Jumat, 30 Oktober 2015

Bapa Kuring Guru Ngaji (Carpon Terjemahan, Karya Hamsad Rangkuti)


Sora jamla nu keur ngaji teh laun-laun asa nyuat-nyuat mangsa kuring keur leutik. Bapa kuring jadi guru ngaji. Murid-muridna datang ti sakuliah lembur, budak-budakna tatangga. Unggal peuting iwal malem juma’ah sanggeus solat magrib rajol ku sora tarumpah kokolotrak dina batu laleutik. Kuring geus biasa mindahkeun patromak ka tepas, ka murid-murid bapa nu keur maca Qur’an. Sora barudak oar kareungeuna, bakat ku loba eta barudak anu ngaji teh. Kawas sora nyiruan ngarubeng cing hareang nu kaganggu sayangna. Biasana keur teh bapa acan asup ka tengah imah. Bapa mah cicing keneh dina sajadah, ciga nu keur solat dina rokaat panungtung bari dikir kawas anu acan jengkep itungan amalana. Lamun kuring ngaliwat ti tepas sanggeus ngagantungkeun patromak nu karek dikompa angina, manehna tina sajadah eta teh sok ngareret ka kuring. Kuring ngarti naha bet manehna teh ngareret ka kuring : gera wudu, solat, bawa Qur’an tuluy baca. Ngiluan ngaji di tepas! Jadi weh kuring teh, anu sok indit waktu barudak tatangga ngaji, asa jadi ucing kabulusan, kuring bari keketeyepan wudu, solat magrib, tuluy diuk di tepas bari nanggeuy Qur’an, ngabaur jeung budak-budak tatangga. Kakarek lamun tos kitu bapa jol ka tepas.

Ngamimitian, saacan der, bapa nyidik-nyidik lampu cukup caangna atawa henteu. Lamun ceuk manehna geus cukup, manehna gek weh diuk ditengah-tengah barudak anu diuk nguriling. Bari ngoyagkeun hoe kana papan, nyirikeun yen murid-murid kudu eureun heula ngaderesna. Manehna tuluy nyebutan hiji-hiji muridna. Lamun ngaran nu disebut teu nalek, manehna sok nanyakeun naha eta budak teu ngaji, ka babaturana teh. Lamun geus jelas naon anu matak teu ngaji eta budak teh, kakara anjeuna nitah muridna diuk hareupeuna saurang-saurang tuluy der weh sina maca hanca sewang-sewangan.

“Ujang ayeuna geus tilu kali khatam Qur’an,” ceuk bapa ka kuring basa malem juma’ah, basa keur tiiseun, di tepas. Urang duaan tanggah ningali bulan anu pas asa keur dina luhureun imah pisan. “Geus waktuna Ujang ngabantuan Bapa magahan ngaji. Lamun teu dibantuan ku Ujang, ku saha deui nuluykeun magahan ajaran Ilahi ka barudak anu karek erek menyat teh. Ujang kudu jadi guru ngaji. Pagahan barudak! Teu kabeh budak sanggup ngaji ka madrosah. Tibeurang barudak sakola, peutingna ngaraji. Jadi jalma cara urang kieu anu mapagahan barudak eta teh.”

Jumat, 16 Oktober 2015

Anugerah Tuhan Tak Pernah Kurang (Late Post)

Memang ide itu tidak pernah bia ditebak kapan munculnya. Kadang ide muncul saat kita sedang di jalan, di angkot atau bahkan di kamar mandi. Mitosnya, ide tidak pernah datang dua kali. Sekali datang, selanjutnya akan terlupakan. Makanya saat penting membawa alat catat kemana pun kita pergi. Beruntung jika ada ide saat kita berada di depan komputer atau sedang memegang pulpen. Kita bisa menangkapnya, dan mengikatnya pada catatan kita.

Begitulah yang terjadi kepada saya saat ini. Niatnya ingin mengusir kantuk lalu iseng membuka laptop. Saya teringat kejadian kemarin. Bertemu dengan beberapa teman di forum Blogger Cicalengka. Memang tidak banyak yang hadir kemarin. Diantara teman-teman yang hadir itu ada dua orang teman saya yang berkaca mata, satu cewek satu cowok. Namanya saya tidak sebutkan. Pasti teman-teman blogger Cicalengka juga sudah tahu. Kawan-kawan saya itu, tentu bukan karena gaya-gayaan menggunakan kaca mata. Itu alat bantu mereka karena matanya minus.

Selasa, 15 September 2015

Berkah Berkomunitas

Apa yang  membuat seseorang ingin bergabung dalam sebuah komunitas? Jawaban dari pertanyaan ini akan beragam. Sebut saja pengalaman, ilmu, dan relasi (atau jodoh?). Tentu akan banyak manfaat yang diperoleh seseorang saat ia bergabung dalam sebuah komunitas. Berikut adalah beberapa manfaat, berkah --atau apapun itu istilahnya-- dari berkomunitas yang saya rasakan.

Rekan belajar yang banyak

Tahun 2009 saya memiliki keinginan yang kuat untuk belajar menulis sebab saya sadar bahwa tulisan saya pada tahun itu luar biasa jelek sedangkan saya bermimpi untuk menjadi penulis. Oleh sebab itu, saya bergabung dengan forum kepenulisan Forum Lingkar Pena (FLP). Lewat forum inilah saya belajar menulis secara bertahap dari rekan-rekan saya di komunitas. Saat ini, saya merasa tulisan saya jauh lebih baik dari tulisan tahun 2009 yang sungguh meresahkan jika dibaca kembali itu. Apa yang saya pelajari di FLP? Tentu bukan melulu materi formal seperti di kelas. Saya dan teman-teman di FLP saling mengoreksi tulisan masing-masing yang telah dibuat satu minggu sebelum bertemu (biasanya hari Minggu). Kami membaca buku bersama, berdiskusi, dan bertukar pikiran. Sesederhana itu, namun sungguh bermakna. Dari rekan-rekan saya sendiri, saya mendapat ilmu mengenai editing, sejarah sastra, hingga tips menembus media. Lewat komunitaslah kemungkinan ini akan terjadi. Contoh lain, saya sungguh awam perkara blogging namun saya sungguh berkeinginan untuk menjadi penulis blog yang baik. Oleh sebab itu, saya terjun di komunitas blogger. Hal yang dilakukan dalam komunitas ini sederhana saja. Kami saling mengomentari postingan blog masing-masing, mengingatkan untuk konsisten menulis, dan menggelar kopi darat. Sederhana. Namun lewat komunitas ini pula saya mendapat rekan-rekan belajar yang mengajarkan cara mengatur tata letak, misalnya.

Mengembangkan potensi

"Jika ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Namun jika ingin pergi jauh, pergilah bersama-sama". Demikian tutur pepatah Afrika itu. Ya, tentu saja, berjalan sendirian akan membuat seseorang berjalan dengan cepat sebab ia tidak perlu repot-repot memikirkann keperluan orang lain sepanjang perjalanan. Ia akan berfokus pada tujuannya sendiri. Oleh sebab itu, ia bisa berjalan sambil sesekali berlari, berjalan dengan langkah yang panjang-panjang, atau bahkan mencari jalan tikus supaya lekas sampai ke tujuan. Berbeda halnya dengan berjalan bersama-sama. Perjalalan bisa jadi lebih lambat daripada berjalan sendirian sebab kemampuan berjalan seseorang dengan  orang lain yang berbeda. Namun demikian, perjalanan yang ditempuh akan menjadi jauh dan panjang dari dugaan. Hal tersebut karena setiap orang yang bergabung dalam perjalanan tersebut akan selalu memberikan ide dan gagasan baru pada setiap titik perjalanan. Perjalanan akan menjadi jauh dan panjang sebab ditempuh dengan variasi yang selalu baru dan segar. Barangkali jalan baru, rute baru, tempat tujuan baru, atau jalan tikus baru.

sumber: google


Pepatah Afrika tersebut sangat sesuai dengan manfaat seseorang yang bergabung dengan komunitas, forum, organisasi, LSM, atau apapun istilahnya.  Kalimat pertama pepatah Afrika itu berbunyi "Jika kau ingin pergi cepat, pergilah sendiri". Kalimat itu menyiratkan potensi yang dimiliki individu. Seseorang bisa saja mengasah potensinya sendiri lewat belajar secara otodidak namun ia takkan mendapatkan hasil lain yang dapat melampaui dugaannya. Lain halnya jika ia mengamini kalimat kedua yang berbunyi "Jika kau ingin pergi jauh, pergilah bersama-sama". Kalimat ini menyiratkan keberadaan sebuah komunitas sebagai ruang bagi individu untuk belajar lebih optimal. Dalam komunitas, seseorang bukan hanya menambah wawasan dan pengetahuan tentang minat melainkan juga kepribadian dan cara pandang. Dengan demikian, seseorang bukan hanya mampu mengasah potensinya melainkan juga mengembangkan bahkan melampauinya jadi lebih baik.

Semangat gotong royong

"Media sosial saat ini mampu mengalahkan dinas sosial!" demikian kelakar Agus akmaludin saat cuitannya di Twitter mengenai Sekolah Rakyat mendapat sambutan dari banyak pihak. Kebanyakan dari mereka bahkan menawarkan bantuan finansial untuk pembangunan sekolah terbuka di Kampung Rancabelut Cicalengka tersebut. Sambutan cepat itu rupanya lebih banyak digagas oleh komunitas-komunitas yang aktif di media sosial. Saya kemudian menyimpulkan bahwa komunitas mampu membangun semangat gotong royong dan tolong menolong. Dengan semangat seperti ini, seseorang jadi terbiasa bekerja sama dalam sebuah tim dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.

Membangun relasi

Saat ikut dalam sebuah komunitas, saya akan mengenal banyak orang dari latar belakang yang beragam. Artinya, saya memiliki banyak teman yang bisa diajak berdiskusi. Lewat teman-teman dalam komunitas, pintu rezeki pun akan mengalir. Saya akan mendapat informasi mengenai pihak-pihak yang memerlukan kemampuan saya dari rekan-rekan di komunitas. Saya pun akan  dengan sigap memberitahu pihak-pihak yang kiranya sesuai dengan kemampuan rekan saya. Dengan demikian, relasi yang terjalin tidak hanya sekadar saling kenal tetapi juga saling memberi manfaat.

***
Yups! Saat saya memutuskan untuk belajar menulis atau belajar blog, bisa saja saya memilih untuk belajar sendiri tanpa bantuan orang lain. Saya akan memilih membaca banyak buku mengenai cara singkat satu malam menjadi penulis best seller atau jurus jitu menjadi blogger tajir dunia-akhirat. Saya akan belajar lebih cepat sebab saya tidak harus mempertimbangkan kebutuhan komunitas. Namun, saya sadar bahwa kemampuan saya akan terbatas pada hal yang saya perjuangkan sendirian saja. Seperti pepatah yang saya kutip di awal, saya hanya akan berjalan cepat namun tidak berjalan jauh. Saya hanya akan tahu tapi tidak bisa membaginya kepada banyak orang. Itulah kiranya berkah-berkah bergabung dengan komunitas yang saya rasakan.
Lalu, apa manfaat yang kamu rasakan saat bergabung dengan komunitas?

Lihat juga di sini catatan-kamis.blogspot.com :)

Senin, 14 September 2015

Jangan Dulu Pulang, Ayo Makan Dulu !

Saya baru faham sekarang, ternyata… mengapa disetiap kita bertamu ke rumah teman (sahabat lama)  atau bahkan keluarga sekalipun, selalu mendapat jamuan yang tidak sekedar atau hanya alakadarnya. Ujung-ujungnya selalu ditawari makan, tak hanya sekedar sodoran minum teh hangat, atau kopi saja.
Bertamu dalam kondisi yang tidak direncakan jauh hari sebelumnya, tentu saudara atau teman kita merasa sedikit kewalahan untuk menyajikan jamuannya. apalagi kita, yang sengaja datang sebagai tamu tak diundang, karena pemberitahuan mendadak atau tak melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada teman atau saudara jauh yang sengaja akan kita kunjungi.

Tentu, pengalaman  ini tak sekedar rasa subjektifitas saya saja, kalau bertamu kerumah orang, teman atau saudara yang telah lama tak dikunjungi, kita akan mendapat jamuan alakadarnya yang bukan hanya basa-basi biasanya, tak lama setelah dipersilahkan dudukpun, secangkir air tawar, teh atau kopi akan segera tersaji.
Nah, giliran camilan sebagai teman minum, ini yang masih fifty2, antara ada karena tersedia., atau biasa disediakan si tuan rumah, dan bila ternyata tak tersedia?, si empunya rumah akan langsung nyari diwarung sebelah. Hanya persoalannya, si tuan rumah tak biasa menyediakan makanan untuk disuguhkan disaat ada tamu datang, atau pas giliran nyari camilan diwarung, sama gak ada, atau warungnya sudah tutup, lalu apa yang akan dan dapat disajikan pada sang tamu tak diundang.

Yang ada maka itulah yang disajikan dan dibawa ke meja tetamu.
Sehingga tidak heran, saking inginnya memuliakan tamu yang berkunjung, si tuan rumah akan menawarkan suguhan makan nasi bareng-bareng, jangan dulu pergi, nanti… istri saya lagi masak, ngaliwet atau cerita lainnya supaya kita yang bertamu mau menerima bentuk penghormatan sang tuan rumah.

Maka jangan heran, kalau ujung-ujungnya disetiap kita bertamu, akan ditawari makan berat oleh pemilik rumah.

Alasanya ya itu tadi, camilannya gak tersedia, beli ke warung, warungnya tutup, atau kue2nya tak ada, atau memang benar2 kondisi keuangannya yang tak mendukung, akhirnya jurus terakhir yang disuguhkan adalah penghormatan sepenuh hati dengan persembahan makan2, galadinner, makan siang atau makan bersama yang tak lagi mempersoalkan masalah waktu, yang penting anda sebagai tamu, bahagia telah bertamu kerumah saya.

Namun ada sedikit tanya dalam benakku saat itu, apakah bentuk jamuan atau lebih tepatnya sambutan penghormatan ini hanya berlaku bila kita bertamu ke rumah teman atau saudara yang ada dipelosok, dikampung-kampung ? Jangan-jangan iya, gumamku saat itu.
Tapi mudah-mudahan saja ini adalah bagian dari kebiasaan positif yang "berhasil" diwariskan para orang tua kita dulu, semoga saja kita juga akan turut serta melestarikannya.

Yang patut ditiru tentu bukan soal ngasih sajian makannya, tapi perilaku positif yang benar-benar telah menempatkan siapapun yang datang jadi tetamu kerumah kita, wajib mendapat "jamuan" dan penghormatan maksimal.
*catatan lama yg coba dihangatkan kembali